Sultan Mahmud Badarudin II adalah seorang Pahlawan Kemerdekaan Nasional yang berasal dari Palembang, Sumatera Selatan. Ia lahir tahun 1768 dengan nama kecil Raden Hasan, putra Sultan Muhammad Nadauddin. Sejak kecil ia menunjukkan kecerdasan yang menonjol. Wataknya keras dan teguh dalam pendirian. Apa yang dianggapnya benar, akan dibelanya. Selain itu, ia sangat ramah dan pandai bergaul. Semua itu membuatnya selalu kelihatan sebagai pemimpin di antara kawan-kawan sebayanya. Pendidikan yang diterimanya waktu kecil cukup keras dan penuh kedisiplinan.
Selain mendapat pendidikan dari orang tua di Kesultanan, Raden Hasan juga memperdalam Agama Islam di Surau. Surau itu semacam pesantren. Raden Hasan menguasai bahasa Arab dan Portugis. Ia hafal isi Al Qur’an. Pengetahuannya dapat menjadi bekal di kemudian hari. Raden Hasan menjadi seorang anak kepercayaan ayahnya dan berhak menjadi Sultan. “Kau akan menggantikanku sebagai Sultan,” kata ayahnya kepada Raden Hasan. Setelah ayahnya meninggal, Raden Hasan pun dinobatkan menjadi Sultan dengan gelas Sultan Mahmud Badaruddin II. Ia adalah Sultan yang sangat sederhana dan dicintai rakyatnya. Sebagai orang yang menguasai wilayah kesultanan, Sultan Mahmud Badaruddin II tidak segan-segan mengadakan perjalanan untuk bertatap muka dengan rakyatnya. Ia tahu apa yang dibutuhkan rakyatnya.
Pada saat Sultan Mahmud Badaruddin II memerintah, negeri Belanda mengalami kekalahan dari Perancis. Saat itu penguasa Belanda bernama Raja Willem V mengungsi ke Inggris. Inggris mendapatkan kepercayaan dari Belanda untuk mengendalikan pemerintahan negeri jajahannya, termasuk Hindia Belanda atau Indonesia. “Terima kasih atas kepercayaan yang diberikan kepada saya,” ucap Raffles dari Inggris yang diberi tugas menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Sejak itu, Raffles mengendalikan seluruh pemerintahan Hindia Belanda termasuk wilayah Kesultanan Palembang.
Sultan Mahmud Badaruddin II tidak senang dengan adanya para penjajah. Pada tanggal 20 Maret 1812, Gubernur Jenderal Raffles mengirim armada ke wilayah Kesultanan Palembang. “Hancurkan penjajah!”, seru Sultan Mahmud Badaruddin II member semangat kepada rakyatnya. Armada Inggris yang berusaha mendarat di Palembang disambut dengan perlawanan gigih. Terjadilah pertempuran sengit. Dalam pertempuran itu, Inggris mengalami kekalahan. Pada saati itu pula Inggris mengakui adanya Kesultanan Palembang.
Selanjutnya Inggris menyerahkan kembali Hindia Belanda atau Indonesia kepada Belanda. Belanda ternyata ingin mengambil kembali kekuasaan atas Kesultanan Palembang. Sultan Mahmud Badaruddin II kembali menolak kedatangan penjajah Belanda. Maka meletuslah perang Palembang 1819-1821. “Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh,” ungkapan itu selalu menggema di hati rakyat Kesultanan Palembang. Untuk menghalangi kedatangan armada Belanda, rakyat bersatu padu memancangkan tiang-tiang kayu yang kuat dan runcing di dasar sungai Musi. Dengan menggunakan siasat itu, usaha mereka berhasil. Kapal-kapal Belanda banyak yang tersangkut pada tiang-tiang itu dan saat itu pula pasukan Kesultanan Palembang menggempur habis-habisan.
Serangan pasukan Kesultanan Palembang menimbulkan banyak korban di pihak Belanda. Mereka gagal mendarat di hilir sungai Musi. Kegagalan ini membuat kecewa para pimpinan tentara Belanda di Batavia. “Kita kirim armada yang tangguh!” seru Jenderal Schubert pemimpin pasukan Belanda sambil mengepalkan tangannya. “Kita jangan sampai kalah dengan Sultan Kecil itu!” tambahnya.
Pengiriman armada besar-besaran dilakukan Belanda untuk menembus wilayah kekuasaan Kesultanan Palembang. Pasukan Sultan Mahmud Badaruddin II tak kalah gesitnya dengan armada Belanda. Mereka telah mempunyai firasat bahwa Belanda pasti akan menyerang habis-habisan. “Jaga ketat seluruh hilir sungai Musi!” perintah Sultan Mahmud Badaruddin II kepada seluruh rakyat. “Jangan sampai ada lubang sebesar jarum pun!” tambahnya. Pasukan Kesultanan dan rakyat bahu membahu menjaga sepanjang hilir sungai Musi dengan berbekal keberanian dan semangat tinggi.
Peperangan tak terelakkan. Banyak prajurit Belanda tertembak dan jatuh ke laut. Di sana-sini terdengar pekik kemenangan pasukan Palembang. Tetapi, tak disangka-sangka Belanda menawarkan gencatan senjata. Rakyat Palembang sebenarnya memang selalu ingin berdamai, juga terhadap Belanda, selama Belanda menghormati Kesultanan Palembang. Perundingan dilakukan di atas kapal Belanda. Ternyata perundingan tersebut hanyalah jebakan. Sultan Mahmud Badaruddin II ditangkap. Mula-mula Sultan dibawa ke Batavia, kemudian diasingkan ke Ternate. Namun perlawanan terhadap Belanda masih sering terjadi.
Pada tahun 1825, status Kesultanan Palembang dibubarkan dan dianggap sebagai daerah Keresidenan. Sultan Mahmud Badaruddin II berada di pengasingan selama 31 tahun. Beliau meninggal pada tahun 1852. Atas jasa-jasanya, pemerintah Indonesia menganugerahi beliau Pahlawan Kemerdekaan Nasional.
Pesan moral : Sultan Mahmud Badaruddin II adalah pahlawan kemerdekaan nasional yang memiliki kedisiplinan. Ia teguh pada pendirian, ramah, pandai bergaul dan bertingkah laku sebagai seorang pemimpin yang disenangi oleh rakyatnya.
Sumber : Cerita Asli Indonesia